Senin, 09 Mei 2011

Pemberdayaan Koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,6 persen atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional yang tercatat sebesar 4,1 persen. Sementara pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja.

B.     Tujuan
Tulisan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah. Dan sebagai sumber referensi bagi seseorang yang ingin membuka Usaha Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan menengah.

C.     Sasaran
Untuk para pengusaha Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar selain mendapat keuntungan dari usahanya pengusaha juga turut membantu untuk penyediaan lapangan kerja.



BAB II
PERMASALAHAN

1.      Pendahuluan
Rendahnya produktivitas.
Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993, produktivitas per unit usaha selama periode 2000–2003 tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, yaitu produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar Rp 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar Rp 1,2 miliar, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai Rp 82,6 miliar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing-masing berkisar Rp 2,6 juta dan Rp 8,7 juta, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp 423,0 juta. Kinerja seperti itu berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif.
Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.
Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dari memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi.
Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Diantara koperasi yang aktif tersebut, hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi.  

Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi.
Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia. Pertama, banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari oleh adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri. Kedua, banyak koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Keempat, koperasi masih sering dijadikan alat oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi. Sebagai akibatnya: (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya, dan (ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat kepada koperasi.

Kurang kondusifnya iklim usaha.
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Namun masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Disamping itu kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.

2.      SASARAN  

Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam lima tahun mendatang adalah:

1.  Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional;

2.    Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;

3.   Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;

4.  Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

5.   Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.

 C.    ARAH KEBIJAKAN 

Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut:

1.   Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2.  Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk:

·     Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan;

·     Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;

·    Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi.

3.  Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan :

·    meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi;

·    mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;

·    mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;

·     mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.

4.    Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

5.  Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk: (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.

D.PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut diatas dijabarkan ke dalam program-program pembangunan yang merupakan strategi implementasi pada tataran makro, meso dan mikro.
1.      PROGRAM PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI UMKM
Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-dikriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:
1)        Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti UU tentang Usaha Kecil dan Menengah, dan UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang sektoral maupun spesifik daerah;
2)        Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha;
3)        Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan;
4)        Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi, kebijakan dan program;
5)        Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah dan cepat termasuk melalui perijinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM;
6)        Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/regulasi;
7)        Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan
8)        Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya.

2.      PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM
Program ini bertujuan untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
1)        Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumber daya alam;
2)        Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha serta peningkatan kapasitas pelayanannya;
3)        Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder;
4)        Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya;
5)        Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah dan BUMN;
6)        Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM;
7)        Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan;
8)        Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; dan
9)        Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi.

3.      PROGRAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UKM
Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang, produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
1)        Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/ijin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan dan informasi pasar;
2)        Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, utamanya UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri dan yang memanfaatkan sumber daya lokal;
3)        Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang diikuti upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM;
4)        Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan;
5)        Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas litbang pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta dan masyarakat;
6)        Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar;
7)        Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan
8)        Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha kecil dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat kooperatif.

4.      PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO
Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan dan pembinaan usaha.
Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
1)        Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal;
2)        Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi-hasil dari dana bergulir, sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan;
3)        Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional;
4)        Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM);
5)        Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, dan bimbingan teknis manajemen usaha;
6)        Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha;
7)        Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha;
8)        Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan
9)        Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan terutama didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.

5.      PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS KELEMBAGAAN KOPERASI
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya untuk memperoleh efisiensi kolektif, sehingga citra koperasi menjadi semakin baik. Dengan demikian diharapkan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat primer dan sekunder akan tertata dan berfungsi dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan koperasi semakin lengkap dan berkualitas; lembaga gerakan koperasi semakin berfungsi efektif dan mandiri; serta praktek berkoperasi yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas.
Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup:
1)        Penyempurnaan undang-undang tentang koperasi beserta peraturan pelaksanaannya;
2)        Peninjauan dan penyempurnaan terhadap berbagai peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi koperasi;
3)        Koordinasi dan pemberian dukungan dalam rangka penyempurnaan kurikulum pendidikan perkoperasian di sekolah-sekolah;
4)        Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas yang disertai dengan pemasyarakatan contoh-contoh koperasi sukses yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi;
5)        Peningkatan kualitas administrasi dan pengawasan pemberian badan hukum koperasi;
6)        Pemberian dukungan untuk membantu perkuatan dan kemandirian lembaga gerakan koperasi;
7)        Pemberian dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk melakukan penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi manajemen koperasi primer dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan anggota;
8)        Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pembiayaan, teknologi, informasi, promosi dan pemasaran
9)        Pengembangan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perkoperasian bagi anggota dan pengelola koperasi, calon anggota dan kader koperasi, terutama untuk menanamkan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi dalam kehidupan koperasi, yang mengatur secara jelas adanya pembagian tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah dan gerakan koperasi;
10)    Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama usaha antar koperasi;
11)    Peningkatan kemampuan aparat di Pusat dan Daerah dalam melakukan penilaian dampak regulasi, kebijakan dan program pembangunan koperasi;
12)    Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan koperasi dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait.

Minggu, 08 Mei 2011

Pergaulan Bebas


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pergaulan bebas sering dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif seperti seks bebas, narkoba, kehidupan malam, dan lain-lain. Memang istilah ini diadaptasi dari budaya barat dimana orang bebas untuk melakukan hal-hal diatas tanpa takut menyalahi norma-norma yang ada dalam masyarakat. Berbeda dengan budaya timur yang menganggap semua itu adalah hal tabu sehingga sering kali kita mendengar ungkapan “jauhi pergaulan bebas”.
Sebenarnya makna pergaulan bebas tidak sebatas itu. Coba jika kita sering menonton film-film hollywood, dan bila kita memperhatikan di film-film tersebut ada percakapan antara anak-anak dan orang dewasa, anak-anak tersebut memanggil orang dewasa tersebut dengan panggilan “you” yang berarti “kamu” sedangkan berdasarkan budaya timur panggilan itu kurang sopan untuk seorang anak-anak kepada orang yang lebih dewasa, maka dari itu, untuk menyesuaikan dengan budaya kita seringkali stasiun televisi sampai mengganti kata “you” dengan kata “ayah” misalnya atau “paman”.
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk dari pergaulan bebas dimana usia bukanlah menjadi pembatas. Seperti pada film “Pay It Forward”, Trevor (Haley Joel Osment) memanggil gurunya Mr. Simonet (Kevin Spacey). Tapi di luar jam sekolah dia memanggilnya Eugene. Menurut saya ini adalah sesuatu yang positif untuk membangun hubungan yang akrab dan baik. Tanpa adanya batasan usia sehingga yang muda tidak sungkan dengan yang lebih tua dan yang tua tidak perlu jaim dengan yang muda.
B.     Tujuan
Dalam tulisan ini bertujuan agar masyarakat khususnya para remaja untuk lebih memahami tentang pengertian pergaulan bebas, dampak pergaulan bebas, serta dapat menghindari segala bentuk pergaulan bebas.
C.     Sasaran
Sasaran dari tulisan ini adalah masyarakat khususnya para remaja agar tidak terjebak dalam lingkungan pergaulan bebas. Dan peran aktif para orang tua, masyarakat, dan pemerintah dalam mengawasi para remaja.


BAB II
PERMASALAHAN
  
A.      Pendahuluan
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan (Free sex), disebabkan terlalu jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat.
Kita telah mengetahui bahwa sebagian besar bangsa barat adalah bangsa sekuler, seluruh kebudayaan yang mereka hasilkan jauh dari norma-norma agama. Hal ini tentunya bertentangan dengan budaya Indonesia yang menjujung tinggi nilai agama dan pancasila. Tidak ada salahnya jika kita mengatakan pacaran adalah sebagian dari pergaulan bebas. Saat ini pacaran sudah menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi kode etik dalam memilih calon pendamping. Fakta menyatakan bahwa sebagian besar perzinahan disebabkan oleh pacaran. Bila kita menengok kebelakang tentang kebudayaan Indonesia sebelumnya, pacaran (berduaan dengan non muhrim) merupakan hal yang tabu. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa pacaran memang tidak dibenarkan dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia, demikian juga dengan budaya islam.
Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan, disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.
Menurut Program Manajer Dkap PMI Provinsi Riau Nofdianto seiring Kota Pekanbaru menuju kota metropolitan, pergaulan bebas di kalangan remaja telah mencapai titik kekhawatiran yang cukup parah, terutama seks bebas. Mereka begitu mudah memasuki tempat-tempat khusus orang dewasa, apalagi malam minggu. Pelakunya bukan hanya kalangan SMA, bahkan sudah merambat di kalangan SMP. ‘’Banyak kasus remaja putri yang hamil karena kecelakan padahal mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa resiko yang akan dihadapinya,’’ kata cowok yang disapa Mareno ini pada Xpresi, Rabu (20/8) di ruang kerjanya.
Sejak berdirinya Dkap PMI tiga tahun lalu, kasus HIV dan hamil di luar nikah terus mengalami peningkatan. Setiap bulan ada 10-20 kasus. Mereka yang sebagian besar kalangan pelajar dan mahasiswa ini datang untuk melakukan konseling tanpa didampingi orang tua. ‘’Rata-rata mereka berusia 16-23. Bahkan ada yang berusia 14 tahun datang ke Dkap untuk konsultasi bahwa ia sudah hamil. Mereka yang melakukan konseling, ada datang sendiri, ada juga dengan pasangannya. Sebagian besar orang tua mereka tidak tahu,’’ ujarnya. Meskipun begitu, lanjutnya para remaja yang mengalami ‘kecelakaan’ ini tak boleh dijauhi dan dibenci. ‘’Kita tidak pernah melarang mereka untuk melakukan hubungan seks, karena ketika dilarang atau kita menghakimi, mereka akan menjauhi kita. Makanya, Dkap disini merupakan teman curhat mereka dan kita memberikan solusi bersama. “Seberat apapun masalahnya, kalau bersama bisa diatasi” ungkapnya lagi.
Bukan hanya remaja nakal saja yang terjebak, anak baik pun bisa kena. ‘’Anak baik yang disebut anak rumah pun ada yang mengalami ‘kecelakaan’ ucapnya. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pancegahan dini dengan memberikan pengetahuan seks. Pendidikan seks itu sangat penting sekali. Tapi, di masyarakat kita pendidikan seks itu masih dianggap tabu. Berdasarkan pengamatan kami, banyaknya remaja yang terjebak seks bebas ini dikarenakan mereka belum mengetahui tentang seks.
Seks itu bukan hanya berhungan intim saja. Tapi, banyak sekali, bagaimana merawat organ vital, mencegah HIV dan lainnya. Pelajari seks itu secara benar supaya kita bisa hidup benar.
Sementara itu, Martha Sari Uli pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengaku interaksi bebas di kalangan remaja dalam pergaulan bebas, identik dengan kegiatan negatif. “Banyak anak-anak remaja beranggapan bahwa masa remaja adalah masa paling indah dan selalu menjadi alasan sehingga banyak remaja yang menjadi korban dan menimbulkan sesuatu yang menyimpang,’’ ungkapnya ketika diminta komentarnya mengenai pergaulan bebas di kalangan remaja.
Senada dengan itu, Debora Juliana juga pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengatakan pergaulan bebas itu saat ini sudah tidak tabu lagi, dan banyak remaja yang menjadikannya budaya modern. “Pergaulan bebas berawal ketika remaja mulai melakukan perbuatan yang keluar dari jalur norma-norma yang berlaku di sekitar kehidupan kita. Sekarang banyak banget anak-anak seumuran kita sudah keluar dari jalurnya,’’ ujar cewek kelahiran 18 Juli 1993. ‘’Kalo aku nggak pernah melakukan hal tersebut dan jangan sampai lah,’’ tambahnya.
Di tempat terpisah, Ketua MUI Provinsi Riau Prof Dr H Mahdini MA mengatakan data yang ditemukan lebih banyak lagi anak-anak yang melakukan seks bebas. Maka diperlukan pencegahan. ‘’Saya meminta semua kalangan, baik para pendidik, orang tua, dan tokoh masyarakat agar memfungsikan tugas-tugas sosialnya,’’ pintanya.
Banyaknya kalangan remaja yang melakukan seks bebas, lanjutnya diindikasikan ada jaringan tertentu yang menggiring anak-anak ke hal yang negatif. Oleh karena itu, MUI menghimbau untuk menutup tempat yang berbau maksiat. ‘’Menutup tempat maksiat itu jauh lebih penting demi generasi muda,’’ sarannya.
Ditingkat pergaulan dalam kondisi hari ini, anak-anak bisa saja berbohong. Oleh sebab itu, sambungnya pengawasan orang tua harus diperketat. Tentu saja contoh perilaku orang tua sangat berperan.
Ia berharap, semua sekolah-sekolah tanpa terkecuali memperkuat kembali kehidupan beragama. ‘’Kita harus menanamkan nilai-nila agama sejak dini sehingga mereka memiliki kepribadian yang kuat,’’ katanya.
Hal yang sama juga diutarakan Drs Ali Anwar, kepala SMA 5 Pekanbaru. Menurutnya, akibat perkembangan zaman, ketika agama tidak lagi menjadi pokok dalam kehidupan banyak remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas. ‘’Solusinya, kuatkan lagi ajaran agama. Baik di sekolah maupun di rumah agama merupakan kebutuhan pokok,’’ ucapnya.
Selain itu, orang tua harus lebih memperhatikan anaknya. ‘’Orang tua dan anak harus selalu berkomunikasi. Sehingga tahu persoalan anak,’’ ungkapnya. Menyikapi hal ini, kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Drs HM Wardan MP mengatakan akan melakukan komunikasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk membuat surat edaran ke sekolah-sekolah dalam mengantisipasi hal tersebut. ‘’Kita berharap jangan sampai terjadi hal tersebut karena akan merusak diri sendiri, sekolah, agama dan daerah,’’ ujarnya ketika ditemui usai acara pelantikan Persatuan Anak Guru Indonesia (Pagi) Provinsi Riau, Rabu (20/8) malam di Hotel Sahid Pekanbaru.

B.       Pengertian Pergaulan Bebas
Munculnya istilah pergaulan bebas seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam peradaban umat manusia, kita patut bersyukur dan bangga terhadap hasil cipta karya manusia, karena dapat membawa perubahan yang positif bagi perkembangan/kemajuan industri masyarakat. Tetapi perlu disadari bahwa tidak selamanya perkembangan membawa kepada kemajuan, mungkin bisa saja kemajuan itu dapat membawa kepada kemunduran. Dalam hal ini adalah dampak negatif yang diakibatkan oleh perkembangan iptek, salah satunya adalah budaya pergaulan bebas tanpa batas.
Dilihat dari segi katanya dapat ditafsirkan dan dimengerti apa maksud dari istilah pergaulan bebas. Dari segi bahasa pergaulan artinya proses bergaul, sedangkan bebas artinya terlepas dari ikatan. Jadi pergaulan bebas artinya proses bergaul dengan orang lain terlepas dari ikatan yang mengatur pergaulan.
Islam telah mengatur bagaimana cara bergaul dengan lawan jenis. Hal ini telah tercantum dalam surat An-Nur ayat 30-31. Telah dijelaskan bahwa hendaknya kita menjaga pandangan mata dalam bergaul. Lalu bagaiamana hal yang terjadi dalam pergaulan bebas? Tentunya banyak hal yang bertolak belakang dengan aturan-aturan yang telah Allah tetapkan dalam etika pergaulan. Karena dalam pergaulan bebas itu tidak dapat menjamin kesucian seseorang.

C.       Pacaran adalah Pergaulan Bebas
Pacaran merupakan satu konsep yang sama dengan pergaulan bebas. Dari sumber di atas kita telah mengetahui bahwa pergaulan bebas tidak mengenal batas-batas pergaulan. Para remaja dengan bebas saling bercengkrama, bercampur baur (ikhtilat) antara lawan jenis, akibatnya mudah di telusuri berkembanglah budaya pacaran.
Kecintaan terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia. Tetapi pacaran bukanlah wadah yang tepat. Cinta bukanlah sekedar pandangan mata ataupun kerlingan. Bukan pula lembaran surat yang berisi pujian kata yang melebihi dari ikatan pernikahan, dan cinta tidak akan berakhir dengan pernikahan.
Banyak orang yang mengagungkan dan memproklamirkan kata cinta. Namun mengapa gambaran dan kenyataan pahit mewarnai dunia cinta. Betapa banyak cinta berujung pada pembunuhan bayi-bayi yang tak berdosa. Banyak orang yang memiliki cinta melakukan hal yang keji. Cinta berubah menjadi perceraian dan mengakibatkan suramnya masa depan generasi mendatang. Mengapa pula cinta bisa dijajakan di sembarang tempat oleh wanita berbusana minim ? Hal-hal yang mengenaskan sekaligus memalukan itu menjadi daftar persoalan yng melingkupi dunia cinta.
Sebagian orang berpendapat bahwa cinta bermakna kecenderungan terus menerus disertai dengan hati yang meluap-luap. Inilah yang membuat seseorang menjadi buta dan tuli. Kebutaan ini dapat diartikan tidak lagi melihat tata nilai terutama nilai-nilai syariat islam, sehingga banyak orang menabrak nilai-nilai Islam dalam mengekspresikan cintanya. Dan yang dimaksud tuli yaitu tidak mau mendengar nasihat-nasihat agama yang seharusnya dapat membingkai cintanya. Seperti yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Kecintaanmu kepada sesuatu bisa membuat buta dan tuli.” (HR. Ahmad). Lain halnya dengan seseorang yang berada dalam wilayah tidak terlarang, seperti seseorang yang berada jauh dari rumah lalu merindukan istrinya.
Semua aktifitas tubuh kita berpotensi menimbulkan zina ketika digerakkan atas nama syahwat yang melesat lepas dari kendali fitrah. Namun nama Allah Maha Pemurah, zina yang dilakukan selain farji tidak sampai dikenakan hukuman cambuk. Ia masih bisa dihapus dengan taubat yang tulus dan ditebus dengan amal-amal shalih. Cara untuk menghindari zina adalah dengan mengendalikan hawa nafsu dan menutup rapat-rapat pintu zina.

D.      Bagaimana Islam memandang Pergaulan Bebas ?
Banyak hal-hal yang negatif yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas. Ini semua telah terlukis oleh mereka di belahan bumi Barat, yang dulu mengagung-agungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk kebebasan seks, kini mereka menjerit. Angka perceraian sangat tinggi, dan pranata pernikahan diragukan. Akibatnya keluarga sebagai sendi masyarakat runtuh, kemudian terjadilah dekadensi moral. Wabah AIDS menebarkan kengerian dan ketakutan karena semakin liarnya perilaku masyarakat dalam free sex.
Apa yang terjadi di Barat dapat kita sinyalir dari tulisan George Balusyi dalam bukunya ; “Ledakan Seksual”, yaitu ; “pada tahun 1962, Kennedy menjelaskan, masa depan
Amerika diancam bahaya, sebab para pemudanya cenderung dan tenggelam di dalam
syahwat sehingga tidak mampu memikul tanggung jawab yang harus dipikul di atas
pundaknya. Setiap tujuh pemuda yang maju untuk jadi tentara, terdapat enam pemuda
yang tidak pantas dijadikan tentara. Sebab syahwat yang telah mereka lampiaskan itu,
telah merusak keseimbangan hygienis dan psikis mereka”. Budaya free sex tidak jauh berbeda dengan budaya pacaran. Dan dengan menghubungkan fakta yang terjadi di sekitar kita, banyak para pemuda dan pemudi yang mengaku dirinya muslim tetapi mereka melakukan perbuatan zina. Jika hal ini dibiarkan, maka akan sangat berbahaya bagi kelanjutan da’wah Islam. Betapa sedihnya jika ummat Islam yang begitu besar tetapi akhlak para pemudanya penuh dengan kebobrokan. Naudzubillahi min zaalik.



BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan uraian sebelumnya penulis akan menyimpulkan beberapa hal, yakni sebagai berikut : Islam telah menetapkan dan mengatur batas-batas dalam pergaulan bebas diantaranya dengan menjaga dengan pandangan mata dan memelihara kehormatan (tarji). Islam tidak mengakui dan mengatur tata cara seperti yang ada pada saat ini. Budaya pacaran adalah merupakan satu konsep yang sama dengan pergaulan bebas dan dampak negatif (bahayanya) tidak jauh berbeda.
            Dan saya sarankan agar pemuda pemudi zaman sekarang harus hati-hati dalam pergaulan apalagi pergaulan bebas, penulis mohon maaf apabila banyak kekurangan dalam penulisan, penulis mengharapkan saran dan kritiknya, terima kasih banyak.